Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
sebagai upaya untuk menahan laju penyebaran Covid-19
hampir menghentikan seluruh aktivitas masyarakat
dan berdampak demikian besar pada kinerja ekonomi,
bahkan merambah hingga kegiatan sosial. Pada triwulan
II/2020 pertumbuhan ekonomi Jakarta (y on y) kontraksi
minus 8,22 persen. Angka ini adalah yang terendah
selama kurun waktu 10 tahun terakhir, meskipun tidak
sedalam saat krisis ekonomi tahun 1998.
Pariwisata menjadi sektor yang pertama kali
terdampak atas kebijakan tersebut. Hal ini terlihat dari
nilai tambah sektor hotel, restoran, transportasi, dan jasa
lainnya yang terkontraksi sangat dalam. Setelah itu diikuti
oleh sektor industri pengolahan dan konstruksi yang juga
turut mengalami kontraksi. Lebih lanjut, melemahnya
kinerja pada sektor-sektor tersebut berimbas pada
terkontraksinya kinerja sektor Perdagangan. Hal tersebut
dikarenakan turunnya permintaan bahan baku dan
penolong.
Penurunan kinerja perekonomian tersebut telah
melemahkan daya beli masyarakat dan menyebabkan
menurunnya konsumsi rumah tangga. Tingkat inflasi
yang terkendali dengan baik tidak cukup mampu
mengimbangi penurunan pendapatan masyarakat,
sehingga pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT)
terkontraksi cukup dalam sebesar minus 5,23 persen
(y-o-y)dan tidak mampu lagi menjadi penggerak
perekonomian Jakarta.
Lebih lanjut, melemahnya agregat permintaan
secara total menginspirasi pelaku usaha untuk menunda
investasi. Hal ini menyebabkan Pembentukan Modal
Tetap Bruto (PMTB) terkontraksi dalam sebesar minus
10,36 persen (y-o-y). Selain itu, sebagai bagian dari
masyarakat global yang terdampak Covid-19, tekanan
kepada perekonomian DKI Jakarta juga datang dari luar
terkait menurunnya arus barang dan jasa yang keluar
masuk Jakarta.